Jumat, 29 April 2011

Hypnosis dan Gerakan NII

Hipnotisme = ilmu sihir. Hipnotis: kekuatan ilmu sihir, ahli hipnosis, pengobatan dengan menidurkan pakai ilmu sihir. Sihir menurut Islam adalah termasuk kekafiran, berdasarkan Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 102. Ulama terkemuka di Timur Tengah Syaikh Ben Baz rahimahullah menjelaskan, hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh tanpa dimintai tobat lebih dulu. Karena Umar bin Khathab RA memerintahkan untuk membunuh para tukang sihir dan tidak meminta mereka bertaubat, sedangkan Umar adalah khalifah kedua Khulafaur Rasyidin yang Rasul SAW memerintahkan untuk mengikuti sunnah mereka. Imam Ahmad rahimahullah berkata:
Telah tetap (kuat riwayatnya) hal itu yakni tukang sihir dibunuh tanpa diminta bertaubat, riwayat dari tiga sahabat Nabi SAW yaitu Umar, Jundub, dan Hafshah. (Majmu' fatawa wa maqalat Ibni Baz juz 7/ halaman 68, makatabah shamela). Anehnya, di Indonesia tukang-tukang sihir dengan aneka kejahatannya justru diusung-usung oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan iman Ummat maupun dampak buruk yang menghancurkan masyarakat.

Para ulama di MUI dan lainnya perlu bersuara jelas dan terang untuk menjelaskan duduk soal secara syar'i berkaitan dengan merebaknya hipnotisme dalam aneka bentuknya yang bahkan jadi alat aliran sesat yang merebak di masyarakat dan meresahkan selama ini. Rupanya penggunaan pengaruh hipnosis sudah menembus ke berbagai wilayah. Di wilayah hiburan, pengaruh hipnosis antara lain dipraktekkan oleh Uya Kuya, Dedi Corbuzier, Romy Rafael, dan sebagainya.

Di wilayah kriminal, pengaruh hipnosis digunakan oleh sejumlah penjahat dengan modus tepuk bahu dan sebagainya. Juga, oleh sejumlah perampok dengan modus memberi sugesti kepada kasir mini market sebagaimana pernah terjadi di beberapa lokasi. Dalam sebuah acara reality show dengan tema pencarian orang hilang, pernah ditayangkan satu eposide yang berkaitan dengan penggunaan pengaruh hipnosis. Seorang wanita yang mencari kerabatnya, akhirnya berhasil menemukan sosok wanita yang menjadi target pencarian. Namun target dalam keadaan tidak kenal jati diri pencari, termasuk jati dirinya sendiri. Ketika ditemukan, target dengan rombongannya hendak menuju Singapura, dari Batam, untuk dijual sebagai pelacur. Target akhirnya berhasil dipulihkan kesadarannya dan dibawa pulang. Kalau reality show tersebut benar, bukan rekaan, tentu membuat kita demikian miris, karena pengaruh hipnosis sudah memasuki wilayah human traficking. Tentu menjadi lebih miris lagi, ketika pengaruh hipnosis dipraktekkan oleh sekelompok orang aktivis aliran sesat berkedok keagamaan, untuk merekrut anggota. Dalam pengaruh hipnosis target kemudian melalui tahapan cuci otak dan indoktrinasi, kemudian dikenakan identitas baru. Akhirnya, diperintah untuk berjihad versi mereka. Tehnik hipnosis saat ini sudah sedemikian maju. Seseorang dapat masuk ke dalam pengaruh hipnosis dalam keadaan terjaga (tidak tidur).

Beberapa episode acara Hitam Putih, Dedi Corbuzier mempraktekkan hipnosis model ini dengan baik. Artinya, target hipnosis dalam keadaan terjaga, tidak sadar sedang berada di bawah pengaruh hipnosis, sehingga memberikan efek lucu yang menghibur penonton. Misalnya, target disugesti untuk melupakan angka
enam. Sehingga, dalam menghitung ia selalu melompat dari lima langsung ke angka tujuh. Pengaruh hipnosis temporer ini bersifat jangka pendek. Contoh pengaruh hipnosis jangka panjang, sebagaimana pernah terjadi pada sejumlah murid Anand Krishna, antara lain Tara Pradipta Lasmi. Korban Anand Krishna Tara Pradipta Lasmi dara kelahiran 1991 ini sudah menjadi murid Anand sejak 2008, dikenalkan oleh ibu kandungnya, Wijarningsing yang sudah lebih dulu menjadi pengikut Anand sejak 2003.

Di tahun 2009, Wijarningsih menemukan SMS berisi rayuan di handphone milik Tara dari Anand Krishna. Ia merasa curiga. Apalagi, sejak bergabung ke Anand Ashram Tara lebih memilih mogok kuliah. Kecurigaan Wijarningsih semakin menguat, sehingga pada Juni 2009 ia menjemput paksa Tara dari tempat kosnya. Saat itu Wijarningsih di dampingi polisi, pengacara, suami dan kakaknya. Sejak ikut Anand, Tara lebih memilih kos di sekitar kampus Binus. Dengan bantuan psikolog Dewi Yogo Pratmo, kesadaran Tara bisa pulih. Pada saat pulih, Tara berani menentang Anand. Pada 12 Februari 2010, Tara melaporkan kasusnya ke Komnas Perempuan. Kemudian pada 15 Februari 2010, Tara melaporkan kasusnya ke Polda Metro Jaya. Sejak 09 Maret 2010, Anand ditahan. Selama menjadi pengikut Anand, Tara berada dalam pengaruh hipnosis, dan mengikuti setiap perintah Anand. Bahkan berkat doktrin yang ditanamkan, Tara menganggap Anand tidak sekedar guru (spiritual), tetapi bagai tuhan. Pelecehan seksual terhadap Tara berlangsung sejak Februari hingga Juni 2009, antara lain berlangsung di padepokan Layurweda, Fatmawati, Jakarta Selatan.

Tara baru sadar pada September 2009 setelah dihipnoterapi oleh psikolog Dewi Yogo Pratmo. Untuk bisa sembuh, Tara diisolasi dari dunia luar selama hampir 4 bulan dan mengikuti 45 sesi hipnoterapi. Menurut Kapolri saat itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Anand Krishna menggunakan teknik collapsing atau cuci otak, agar orang bisa menurut kepadanya. Dalam kegiatan meditasi yang digelar Anand, peserta dikondisikan sedemikian rupa sehingga memiliki pandangan sempit dan didominasi perasaan menyerah total, serta ditanamkan doktrin untuk melayani seorang guru (Anand). Dalam kondisi seperti ini, Anand Krishna dengan mudah melakukan perbuatan cabul terhadap murid- muridnya. (lihat tulisan berjudul Anand Kreshna Penipu Berkedok Guru Spiritual! di http://www.nahimunkar.com/anand-kreshna-penipu-berkedok-guru-spiritual/#more-2022) Kasus Lian Febriani Kejahatan hipnosis ternyata juga menjadi salah satu modus kalangan NII KW-9 di dalam merekrut anggotanya.

Hal ini bisa dilihat pada kasus Lian Febriani (Jakarta, 22 Februari 1985), pegawai negeri sipil Kementrian Perhubungan yang menghilang sejak 7 April 2011. Ketika kasus hilangnya Lian Febriani marak diberitakan media massa, belum ada yang sadar bahwa kasus itu berkaitan dengan gerakan NII KW-9 yang sesat menyesatkan. Barulah setelah mantan aktivis NII KW-9 bersuara, maka khalayak pun paham ada keterkaitan diantaranya. Untunglah Lian berasal dari keluarga yang hangat dan akrab, sehingga ketidakhadiran Lian di rumah usai jam kantor, langsung direspon dengan menghubungi rekan-rekan Lian di Bagian Tata Usaha Direktorat, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Juga, dengan mendatangi kantor Lian yang tentu saja sudah tutup. Bahkan, pada hari Jum'at tanggal 08 April 2011, pihak keluarga melaporkan kasus menghilangnya Lian ini ke Polda Metro Jaya. 

Kecepatan reaksi keluarga Lian pulalah yang menjadi pintu utama gencarnya pemberitaan media massa, sehingga boleh jadi, pihak penculik Lian yang diduga sindikat NII KW9 lebih memilih melepaskan korbannya di tempat terbuka. Terbukti, pada hari Jum'at tanggal 08 April 2011, sosok Lian Febriani ditemukan dalam keadaan linglung di pelataran Masjid At-Ta'awwun, kawasan Puncak, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Menurut keterangan aparat kepolisian, sekitar pukul 15:00 wib Lian datang seorang diri ke Masjid At-Ta'awwun dengan menumpang angkutan umum L 300 jurusan Cipanas-Bogor. Saat itu Lian mengenakan cadar dan mengaku bernama Maryam. Pengurus masjid mengamankan Lian di tempat peristirahatan masjid. Kemudian melaporkan ke Polsek Cisarua. Sebelumnya, pengurus masjid sempat mengembalikan ingatan Lian berupa sederet angka yang merupakan nomor telepon suami Lian. Dari sinilah sosok asli Lian terkuak, dan pengurus masjid berhasil menghubungi keluarga Lian. Lian yang masih dalam pengaruh hipnosis dan indoktrinasi cuci otak, tidak mengenali anggota keluarga yang menjemputnya, termasuk suaminya sendiri. Perlu waktu lama untuk mengembalikan kesadaran jati diri Lian, meski ia hanya sempat menghilang sekitar 24 jam saja.

Rupanya ilmu hipnosis dan indoktrinasi cuci otak yang dimiliki sindikat NII KW9 ini lebih tinggi dari ilmunya Anand Krishna. Terbukti, dalam tempo singkat mereka mampu merubah Lian menjadi Maryam yang lupa jati diri dan siap berjihad. Ini jelas ilmu yang bersumber dari setan laknatullah. Kasus Lian boleh dibilang merupakan salah satu bukti bahwa tehnik perekrutan aliran sesat NII KW9 selain menempuh pola konvensional juga memanfaatkan pengaruh hipnosis kemudian dilanjutkan dengan cuci otak. Perekrutan dengan pola konvensional nampaknya terus berlangsung, sebagaimana terjadi di Yogyakarta. Pada hari Sabtu tanggal 23 April 2011, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menangkap FT (21 tahun), mahasiswi sebuah Perguruan Tinggi Swasta semester VI di Yogyakarta. FT diduga jaringan perekrut anggota NII di wilayah Yogyakarta, yang beroperasi dengan cara mendatangi tempat kos calon anggota yang bakal direkrut. Ternyata, FT juga korban perekrutan anggota NII, yang sedang menjalankan tugas merekrut calon anggota NII lainnya. Menurut Anto, mantan Camat NII Tebet, bagi paham sesat NII, makna berjihad adalah merekrut calon anggota NII (calon korban) dan mengumpulkan uang untuk disetorkan kepada atasan masing-masing. Kegiatan ini bahkan dinilai lebih penting daripada mengerjakan shalat lima waktu.

Beberapa hari kemudian (25 April 2011), di Banyumas aparat polres di sana menangkap seorang mahasiswi berinisial EES yang diduga menyebarkan paham sesat NII dan bertugas melakukan perekrutan. EES asal Pemalang, Jawa Tengah ini merupakan salah satu mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Purwokerto. Sepak terjang EES dilaporkan calon korbannya, karena EES menagih uang fidyah sebesar Rp 14 juta agar bisa hijrah ke NII. Dua orang anggota jaringan EES berhasil kabur saat penangkapan berlangsung. Dari fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa gerakan perekrutan NII KW9 terus berlangsung, baik menempuh tehnik konvensional maupun memanfaatkan pengaruh hipnosis yang dilanjutkan dengan cuci otak. Bagi mantan aktivis NII KW9 yang sudah tobat, dan mereka yang concern terhadap penyimpangan NII KW9 berikut tindakan kriminal yang terkait dengannya, gerakan perekrutan itu bermuara ke Al-Zaytun di Indramayu. Kesimpulan ini sepertinya masih diabaikan pemerintah. Pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mempublikasikan penelitiannya tentang Al-Zaytun. Salah satu kesimpulan MUI adalah ditemukan indikasi kuat adanya hubungan antara Ma'had Al Zaytun dengan NII KW9, baik secara histories, financial dan kepemimpinan. Disebut adanya hubungan historis, karena kelahiran Al-Zaytun tidak bisa lepas dari perjalanan sejarah NII KW9.

Secara finansial, bisa dilihat dari adanya aliran dana dari anggota dan aparat teritorial NII KW9 yang menjadi sumber dana yang signifikan bagi kelahiran dan perkembangan Ma'had Al Zaytun. Sedangkan adanya hubungan kepemimpinan, karena kepemimpinan di lembaga pendidikan Al-Zaytun terkait dengan kepemimpinan di organisasi NII KW9, terutama pada sosok AS Panji Gumilang dan sebagian eksponen (pengurus yayasan). Selain itu, MUI juga menyimpulkan bahwa terdapat penyimpangan faham dan ajaran Islam yang dipraktekkan organisasi NII KW9. Antara lain, dalam hal mobilisasi dana yang mengatas-namakan ajaran Islam yang diselewengkan, penafsiran ayat-ayat al-Qur'an yang menyimpang dan mengkafirkan kelompok di luar organisasi mereka. Juga, ditemukan adanya penyimpangan faham keagamaan dalam masalah zakat fitrah dan qurban yang diterapkan oleh pimpinan Ma'had Al-Zaytun, sebagaimana dimuat dalam Majalah Al-Zaytun. Namun, belum ditemukan adanya penyimpangan ajaran Islam dalam sistem pendidikan, kegiatan belajar mengajar, aktivitas ibadah serta aktivitas sehari-hari santri di Ma'had Al-Zaytun.

Menurut MUI kala itu, persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan yang kontroversial (AS Panji Gumilang dan sejumlah eksponen/ pengurus yayasan) yang terkait dengan organisasi NII KW9. Juga, adanya indikasi keterkaitan dengan koordinator- koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri Ma'had Al-Zaytun dengan organisasi NII KW9. Pada tahun 2004, Departemen Agama (kini Kementrian Agama) bekerja sama dengan INSEP (Indonesian Institute for Society Empowerment) Jakarta mempublikasikan hasil penelitiannya tentang kaitan NII KW9 dengan A-Zaytun, antara lain disebutkan bahwa Ma'had Al-Zaytun adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh para tokohnya berdasarkan pemikiran ulang terhadap eksistensi sebuah gerakan keagamaan yang mereka lakukan, yaitu NII KW-9. Menurut mereka gerakan bawah tanah yang mereka lakukan selama ini ternyata tidak memungkinkan terwujudnya cita-cita mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).

Setelah melalui diskusi panjang yang berakhir di Multazam, mereka berkesimpulan tentang perlunya pengembangan lembaga pendidikan untuk menopang terwujudnya masyarakat Islam di Indonesia. Untuk itu mereka mendirikan Yayasan Pesantren Islam (YPI) yang salah satu kegiatannya adalah mengembangkan Ma'had Al-Zaytun. Juga disebutkan, bahwa Di Ma'had Al-Zaytun berlaku prinsip manajemen Mabadiuts Tsalasah, yang pada awalnya konsep ini merupakan doktrin gerakan di NII. Dengan kata lain, dari segi doktrin yang digunakan, terdapat hubungan yang erat antara Ma'had Al-Zaytun dan NII.

Hubungan antara keduanya juga dapat dilihat dari penggunaan konsep basthotan fil ilmi wal jismi di Ma'had Al-Zaytun dalam membina anak didik Ma'had Al-Zaytun yang dalam sejarah NII, tepatnya DI/TII, sebetulnya sempat dipakai oleh Institut Suffah-nya Kartosuwirjo, Imam Pertama DI/TII. Sementara hubungan antara Ma'had Al-Zaytun dan NII dewasa ini terlihat dari dipakainya jaringan NII untuk menopang lembaga pendidikan Ma'had Al-Zaytun baik dalam rangka perekrutan sebagian pengurus, santri,
pegawai, dan dana. Fakta di Lapangan Hasil penelitian MUI (2002) dan Departemen Agama (2004), sama sekali tidak bisa menggambarkan dan menemukan realitas pahit di lapangan yang menimpa korban-korban NII KW9 maupun korban-korban Al-Zaytun, sebagaimana pernah diungkap melalui berbagai buku yang ditulis oleh Umar Abduh, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam), serta Al-Chaidar. Korban NII KW9 tidak hanya disesatkan tetapi juga dimiskinkan. Ditanamkan doktrin berani melawan orangtua karena tidak sealiran, dibenarkan merampas hak orang lain termasuk harta orangtua sendiri demi memenuhi target setoran yang dietapkan atasan mereka.

Mungkin, perekrutan konvensional yang dipraktekkan NII KW9 sudah kurang efektif lagi, sehingga mereka memutuskan memanfaatkan pengaruh hipnosis di dalam menjebak korban-korbannya, sebagaimana terjadi pada Lian Febriani. Menguasai ilmu hipnosis, gendam, komunikasi sugesti, atau apalah namanya, memang tidak sulit dan tidak mahal. Buktinya, seorang Uya Kuya bisa dengan mudah menguasai salah satu tingkatan ilmu tersebut. Dalam rangka menyelamatkan anak bangsa, pemerintah sudah seharusnya menumpas habis gerakan NII KW9 yang sesat dan menyesatkan, juga pusat kekuasaan mereka di Al-Zaytun. Selain itu, pemerintah juga sudah seharusnya mempidanakan orang-orang pintar atau dukun yang secara terang-terangan mempromosikan diri sebagai penyedia jasa memiliki ilmu hipnotis, gendam dan sebagainya. Karena,kejahatan melalui ilmu hipnotis atau gendam ini sudah banyak jatuh korban. Pemerintah juga seharusnya menertibkan acara-acara hiburan di teve yang mempraktekkan ilmu hipnotis atau gendam ini, jangan justru membiarkannya eksis sebagai salah satu unsur hiburan yang membodohi masyarakat. Kalau tetap dibiarkan, tidak mustahil akan membuka kemungkinan, orang akan menafsirkan bahwa memang yang dipraktekkan sejatinya adalah penyesatan dan pembodohan secara sistematis; sedang biang-biang yang seharusnya diberantas itu tampak tidak diusik karena ibarat peliharaan. (haji/tede/nahimunkar.com).

Hipnotisme = ilmu sihir. Hipnotis: kekuatan ilmu sihir, ahli hipnosis, pengobatan dengan menidurkan pakai ilmu sihir. Sihir menurut Islam adalah termasuk kekafiran, berdasarkan Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 102. Ulama terkemuka di Timur Tengah Syaikh Ben Baz rahimahullah menjelaskan, hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh tanpa dimintai tobat lebih dulu. Karena Umar bin Khathab RA memerintahkan untuk membunuh para tukang sihir dan tidak meminta mereka bertaubat, sedangkan Umar adalah khalifah kedua Khulafaur Rasyidin yang Rasul SAW memerintahkan untuk mengikuti sunnah mereka. Imam Ahmad rahimahullah berkata:
Telah tetap (kuat riwayatnya) hal itu yakni tukang sihir dibunuh tanpa diminta bertaubat, riwayat dari tiga sahabat Nabi SAW yaitu Umar, Jundub, dan Hafshah. (Majmu' fatawa wa maqalat Ibni Baz juz 7/ halaman 68, makatabah shamela). Anehnya, di Indonesia tukang-tukang sihir dengan aneka kejahatannya justru diusung-usung oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan iman Ummat maupun dampak buruk yang menghancurkan masyarakat.

Para ulama di MUI dan lainnya perlu bersuara jelas dan terang untuk menjelaskan duduk soal secara syar'i berkaitan dengan merebaknya hipnotisme dalam aneka bentuknya yang bahkan jadi alat aliran sesat yang merebak di masyarakat dan meresahkan selama ini. Rupanya penggunaan pengaruh hipnosis sudah menembus ke berbagai wilayah. Di wilayah hiburan, pengaruh hipnosis antara lain dipraktekkan oleh Uya Kuya, Dedi Corbuzier, Romy Rafael, dan sebagainya.

Di wilayah kriminal, pengaruh hipnosis digunakan oleh sejumlah penjahat dengan modus tepuk bahu dan sebagainya. Juga, oleh sejumlah perampok dengan modus memberi sugesti kepada kasir mini market sebagaimana pernah terjadi di beberapa lokasi. Dalam sebuah acara reality show dengan tema pencarian orang hilang, pernah ditayangkan satu eposide yang berkaitan dengan penggunaan pengaruh hipnosis. Seorang wanita yang mencari kerabatnya, akhirnya berhasil menemukan sosok wanita yang menjadi target pencarian. Namun target dalam keadaan tidak kenal jati diri pencari, termasuk jati dirinya sendiri. Ketika ditemukan, target dengan rombongannya hendak menuju Singapura, dari Batam, untuk dijual sebagai pelacur. Target akhirnya berhasil dipulihkan kesadarannya dan dibawa pulang. Kalau reality show tersebut benar, bukan rekaan, tentu membuat kita demikian miris, karena pengaruh hipnosis sudah memasuki wilayah human traficking. Tentu menjadi lebih miris lagi, ketika pengaruh hipnosis dipraktekkan oleh sekelompok orang aktivis aliran sesat berkedok keagamaan, untuk merekrut anggota. Dalam pengaruh hipnosis target kemudian melalui tahapan cuci otak dan indoktrinasi, kemudian dikenakan identitas baru. Akhirnya, diperintah untuk berjihad versi mereka. Tehnik hipnosis saat ini sudah sedemikian maju. Seseorang dapat masuk ke dalam pengaruh hipnosis dalam keadaan terjaga (tidak tidur).

Beberapa episode acara Hitam Putih, Dedi Corbuzier mempraktekkan hipnosis model ini dengan baik. Artinya, target hipnosis dalam keadaan terjaga, tidak sadar sedang berada di bawah pengaruh hipnosis, sehingga memberikan efek lucu yang menghibur penonton. Misalnya, target disugesti untuk melupakan angka
enam. Sehingga, dalam menghitung ia selalu melompat dari lima langsung ke angka tujuh. Pengaruh hipnosis temporer ini bersifat jangka pendek. Contoh pengaruh hipnosis jangka panjang, sebagaimana pernah terjadi pada sejumlah murid Anand Krishna, antara lain Tara Pradipta Lasmi. Korban Anand Krishna Tara Pradipta Lasmi dara kelahiran 1991 ini sudah menjadi murid Anand sejak 2008, dikenalkan oleh ibu kandungnya, Wijarningsing yang sudah lebih dulu menjadi pengikut Anand sejak 2003.

Di tahun 2009, Wijarningsih menemukan SMS berisi rayuan di handphone milik Tara dari Anand Krishna. Ia merasa curiga. Apalagi, sejak bergabung ke Anand Ashram Tara lebih memilih mogok kuliah. Kecurigaan Wijarningsih semakin menguat, sehingga pada Juni 2009 ia menjemput paksa Tara dari tempat kosnya. Saat itu Wijarningsih di dampingi polisi, pengacara, suami dan kakaknya. Sejak ikut Anand, Tara lebih memilih kos di sekitar kampus Binus. Dengan bantuan psikolog Dewi Yogo Pratmo, kesadaran Tara bisa pulih. Pada saat pulih, Tara berani menentang Anand. Pada 12 Februari 2010, Tara melaporkan kasusnya ke Komnas Perempuan. Kemudian pada 15 Februari 2010, Tara melaporkan kasusnya ke Polda Metro Jaya. Sejak 09 Maret 2010, Anand ditahan. Selama menjadi pengikut Anand, Tara berada dalam pengaruh hipnosis, dan mengikuti setiap perintah Anand. Bahkan berkat doktrin yang ditanamkan, Tara menganggap Anand tidak sekedar guru (spiritual), tetapi bagai tuhan. Pelecehan seksual terhadap Tara berlangsung sejak Februari hingga Juni 2009, antara lain berlangsung di padepokan Layurweda, Fatmawati, Jakarta Selatan.

Tara baru sadar pada September 2009 setelah dihipnoterapi oleh psikolog Dewi Yogo Pratmo. Untuk bisa sembuh, Tara diisolasi dari dunia luar selama hampir 4 bulan dan mengikuti 45 sesi hipnoterapi. Menurut Kapolri saat itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Anand Krishna menggunakan teknik collapsing atau cuci otak, agar orang bisa menurut kepadanya. Dalam kegiatan meditasi yang digelar Anand, peserta dikondisikan sedemikian rupa sehingga memiliki pandangan sempit dan didominasi perasaan menyerah total, serta ditanamkan doktrin untuk melayani seorang guru (Anand). Dalam kondisi seperti ini, Anand Krishna dengan mudah melakukan perbuatan cabul terhadap murid- muridnya. (lihat tulisan berjudul Anand Kreshna Penipu Berkedok Guru Spiritual! di http://www.nahimunkar.com/anand-kreshna-penipu-berkedok-guru-spiritual/#more-2022) Kasus Lian Febriani Kejahatan hipnosis ternyata juga menjadi salah satu modus kalangan NII KW-9 di dalam merekrut anggotanya.

Hal ini bisa dilihat pada kasus Lian Febriani (Jakarta, 22 Februari 1985), pegawai negeri sipil Kementrian Perhubungan yang menghilang sejak 7 April 2011. Ketika kasus hilangnya Lian Febriani marak diberitakan media massa, belum ada yang sadar bahwa kasus itu berkaitan dengan gerakan NII KW-9 yang sesat menyesatkan. Barulah setelah mantan aktivis NII KW-9 bersuara, maka khalayak pun paham ada keterkaitan diantaranya. Untunglah Lian berasal dari keluarga yang hangat dan akrab, sehingga ketidakhadiran Lian di rumah usai jam kantor, langsung direspon dengan menghubungi rekan-rekan Lian di Bagian Tata Usaha Direktorat, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Juga, dengan mendatangi kantor Lian yang tentu saja sudah tutup. Bahkan, pada hari Jum'at tanggal 08 April 2011, pihak keluarga melaporkan kasus menghilangnya Lian ini ke Polda Metro Jaya. 

Kecepatan reaksi keluarga Lian pulalah yang menjadi pintu utama gencarnya pemberitaan media massa, sehingga boleh jadi, pihak penculik Lian yang diduga sindikat NII KW9 lebih memilih melepaskan korbannya di tempat terbuka. Terbukti, pada hari Jum'at tanggal 08 April 2011, sosok Lian Febriani ditemukan dalam keadaan linglung di pelataran Masjid At-Ta'awwun, kawasan Puncak, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Menurut keterangan aparat kepolisian, sekitar pukul 15:00 wib Lian datang seorang diri ke Masjid At-Ta'awwun dengan menumpang angkutan umum L 300 jurusan Cipanas-Bogor. Saat itu Lian mengenakan cadar dan mengaku bernama Maryam. Pengurus masjid mengamankan Lian di tempat peristirahatan masjid. Kemudian melaporkan ke Polsek Cisarua. Sebelumnya, pengurus masjid sempat mengembalikan ingatan Lian berupa sederet angka yang merupakan nomor telepon suami Lian. Dari sinilah sosok asli Lian terkuak, dan pengurus masjid berhasil menghubungi keluarga Lian. Lian yang masih dalam pengaruh hipnosis dan indoktrinasi cuci otak, tidak mengenali anggota keluarga yang menjemputnya, termasuk suaminya sendiri. Perlu waktu lama untuk mengembalikan kesadaran jati diri Lian, meski ia hanya sempat menghilang sekitar 24 jam saja.

Rupanya ilmu hipnosis dan indoktrinasi cuci otak yang dimiliki sindikat NII KW9 ini lebih tinggi dari ilmunya Anand Krishna. Terbukti, dalam tempo singkat mereka mampu merubah Lian menjadi Maryam yang lupa jati diri dan siap berjihad. Ini jelas ilmu yang bersumber dari setan laknatullah. Kasus Lian boleh dibilang merupakan salah satu bukti bahwa tehnik perekrutan aliran sesat NII KW9 selain menempuh pola konvensional juga memanfaatkan pengaruh hipnosis kemudian dilanjutkan dengan cuci otak. Perekrutan dengan pola konvensional nampaknya terus berlangsung, sebagaimana terjadi di Yogyakarta. Pada hari Sabtu tanggal 23 April 2011, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menangkap FT (21 tahun), mahasiswi sebuah Perguruan Tinggi Swasta semester VI di Yogyakarta. FT diduga jaringan perekrut anggota NII di wilayah Yogyakarta, yang beroperasi dengan cara mendatangi tempat kos calon anggota yang bakal direkrut. Ternyata, FT juga korban perekrutan anggota NII, yang sedang menjalankan tugas merekrut calon anggota NII lainnya. Menurut Anto, mantan Camat NII Tebet, bagi paham sesat NII, makna berjihad adalah merekrut calon anggota NII (calon korban) dan mengumpulkan uang untuk disetorkan kepada atasan masing-masing. Kegiatan ini bahkan dinilai lebih penting daripada mengerjakan shalat lima waktu.

Beberapa hari kemudian (25 April 2011), di Banyumas aparat polres di sana menangkap seorang mahasiswi berinisial EES yang diduga menyebarkan paham sesat NII dan bertugas melakukan perekrutan. EES asal Pemalang, Jawa Tengah ini merupakan salah satu mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Purwokerto. Sepak terjang EES dilaporkan calon korbannya, karena EES menagih uang fidyah sebesar Rp 14 juta agar bisa hijrah ke NII. Dua orang anggota jaringan EES berhasil kabur saat penangkapan berlangsung. Dari fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa gerakan perekrutan NII KW9 terus berlangsung, baik menempuh tehnik konvensional maupun memanfaatkan pengaruh hipnosis yang dilanjutkan dengan cuci otak. Bagi mantan aktivis NII KW9 yang sudah tobat, dan mereka yang concern terhadap penyimpangan NII KW9 berikut tindakan kriminal yang terkait dengannya, gerakan perekrutan itu bermuara ke Al-Zaytun di Indramayu. Kesimpulan ini sepertinya masih diabaikan pemerintah. Pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mempublikasikan penelitiannya tentang Al-Zaytun. Salah satu kesimpulan MUI adalah ditemukan indikasi kuat adanya hubungan antara Ma'had Al Zaytun dengan NII KW9, baik secara histories, financial dan kepemimpinan. Disebut adanya hubungan historis, karena kelahiran Al-Zaytun tidak bisa lepas dari perjalanan sejarah NII KW9.

Secara finansial, bisa dilihat dari adanya aliran dana dari anggota dan aparat teritorial NII KW9 yang menjadi sumber dana yang signifikan bagi kelahiran dan perkembangan Ma'had Al Zaytun. Sedangkan adanya hubungan kepemimpinan, karena kepemimpinan di lembaga pendidikan Al-Zaytun terkait dengan kepemimpinan di organisasi NII KW9, terutama pada sosok AS Panji Gumilang dan sebagian eksponen (pengurus yayasan). Selain itu, MUI juga menyimpulkan bahwa terdapat penyimpangan faham dan ajaran Islam yang dipraktekkan organisasi NII KW9. Antara lain, dalam hal mobilisasi dana yang mengatas-namakan ajaran Islam yang diselewengkan, penafsiran ayat-ayat al-Qur'an yang menyimpang dan mengkafirkan kelompok di luar organisasi mereka. Juga, ditemukan adanya penyimpangan faham keagamaan dalam masalah zakat fitrah dan qurban yang diterapkan oleh pimpinan Ma'had Al-Zaytun, sebagaimana dimuat dalam Majalah Al-Zaytun. Namun, belum ditemukan adanya penyimpangan ajaran Islam dalam sistem pendidikan, kegiatan belajar mengajar, aktivitas ibadah serta aktivitas sehari-hari santri di Ma'had Al-Zaytun.

Menurut MUI kala itu, persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan yang kontroversial (AS Panji Gumilang dan sejumlah eksponen/ pengurus yayasan) yang terkait dengan organisasi NII KW9. Juga, adanya indikasi keterkaitan dengan koordinator- koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri Ma'had Al-Zaytun dengan organisasi NII KW9. Pada tahun 2004, Departemen Agama (kini Kementrian Agama) bekerja sama dengan INSEP (Indonesian Institute for Society Empowerment) Jakarta mempublikasikan hasil penelitiannya tentang kaitan NII KW9 dengan A-Zaytun, antara lain disebutkan bahwa Ma'had Al-Zaytun adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh para tokohnya berdasarkan pemikiran ulang terhadap eksistensi sebuah gerakan keagamaan yang mereka lakukan, yaitu NII KW-9. Menurut mereka gerakan bawah tanah yang mereka lakukan selama ini ternyata tidak memungkinkan terwujudnya cita-cita mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).

Setelah melalui diskusi panjang yang berakhir di Multazam, mereka berkesimpulan tentang perlunya pengembangan lembaga pendidikan untuk menopang terwujudnya masyarakat Islam di Indonesia. Untuk itu mereka mendirikan Yayasan Pesantren Islam (YPI) yang salah satu kegiatannya adalah mengembangkan Ma'had Al-Zaytun. Juga disebutkan, bahwa Di Ma'had Al-Zaytun berlaku prinsip manajemen Mabadiuts Tsalasah, yang pada awalnya konsep ini merupakan doktrin gerakan di NII. Dengan kata lain, dari segi doktrin yang digunakan, terdapat hubungan yang erat antara Ma'had Al-Zaytun dan NII.

Hubungan antara keduanya juga dapat dilihat dari penggunaan konsep basthotan fil ilmi wal jismi di Ma'had Al-Zaytun dalam membina anak didik Ma'had Al-Zaytun yang dalam sejarah NII, tepatnya DI/TII, sebetulnya sempat dipakai oleh Institut Suffah-nya Kartosuwirjo, Imam Pertama DI/TII. Sementara hubungan antara Ma'had Al-Zaytun dan NII dewasa ini terlihat dari dipakainya jaringan NII untuk menopang lembaga pendidikan Ma'had Al-Zaytun baik dalam rangka perekrutan sebagian pengurus, santri,
pegawai, dan dana. Fakta di Lapangan Hasil penelitian MUI (2002) dan Departemen Agama (2004), sama sekali tidak bisa menggambarkan dan menemukan realitas pahit di lapangan yang menimpa korban-korban NII KW9 maupun korban-korban Al-Zaytun, sebagaimana pernah diungkap melalui berbagai buku yang ditulis oleh Umar Abduh, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam), serta Al-Chaidar. Korban NII KW9 tidak hanya disesatkan tetapi juga dimiskinkan. Ditanamkan doktrin berani melawan orangtua karena tidak sealiran, dibenarkan merampas hak orang lain termasuk harta orangtua sendiri demi memenuhi target setoran yang dietapkan atasan mereka.

Mungkin, perekrutan konvensional yang dipraktekkan NII KW9 sudah kurang efektif lagi, sehingga mereka memutuskan memanfaatkan pengaruh hipnosis di dalam menjebak korban-korbannya, sebagaimana terjadi pada Lian Febriani. Menguasai ilmu hipnosis, gendam, komunikasi sugesti, atau apalah namanya, memang tidak sulit dan tidak mahal. Buktinya, seorang Uya Kuya bisa dengan mudah menguasai salah satu tingkatan ilmu tersebut. Dalam rangka menyelamatkan anak bangsa, pemerintah sudah seharusnya menumpas habis gerakan NII KW9 yang sesat dan menyesatkan, juga pusat kekuasaan mereka di Al-Zaytun. Selain itu, pemerintah juga sudah seharusnya mempidanakan orang-orang pintar atau dukun yang secara terang-terangan mempromosikan diri sebagai penyedia jasa memiliki ilmu hipnotis, gendam dan sebagainya. Karena,kejahatan melalui ilmu hipnotis atau gendam ini sudah banyak jatuh korban. Pemerintah juga seharusnya menertibkan acara-acara hiburan di teve yang mempraktekkan ilmu hipnotis atau gendam ini, jangan justru membiarkannya eksis sebagai salah satu unsur hiburan yang membodohi masyarakat. Kalau tetap dibiarkan, tidak mustahil akan membuka kemungkinan, orang akan menafsirkan bahwa memang yang dipraktekkan sejatinya adalah penyesatan dan pembodohan secara sistematis; sedang biang-biang yang seharusnya diberantas itu tampak tidak diusik karena ibarat peliharaan. (haji/tede/nahimunkar.com).

Selanjutnya r�r�

0 komentar:

Posting Komentar